Minggu, 10 Agustus 2014

Jabatan

Apa itu jabatan? Apa gunanya jabatan?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jabatan berarti pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi. Jabatan sendiri memiliki beberapa sub-bagian, antara lain fungsional dan struktural. Jabatan fungsional berarti jabatan yang ditinjau berdasarkan fungsi dari orang yang menjabat, tidak peduli terhadap posisi orang tersebut di suatu organisasi, contohnya seperti tenaga/tim ahli. Sedangkan jabatan struktural merupakan jabatan yang terdapat dalam struktur organisasi (komunitas) secara formal sehingga tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak pejabat bersangkutan sudah diatur.

Saya mau sedikit membahas tentang jabatan struktural. Seperti yang disebut di atas, penjabat suatu jabatan struktural tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya sudah diatur. Biasanya jabatan struktural berupa hierarki kepemimpinan di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Jabatan struktural yang lebih tinggi mengatasi orang-orang di bawahnya dengan jenis tanggung jawab dan tugas yang berbeda-beda, tergantung posisi orang tersebut dalam "pemerintahan". "Tugas" pejabat struktural identik dengan suatu "job description", dalam "job description" itu terpapar wewenang dari jabatan tersebut. Contohnya: seorang office boy memiliki tugas untuk membersihkan kantor saat pegawai kantor belum datang, melayani para pegawai kantor (membeli makan siang, membuatkan minuman, memfotokopi dokumen, dll), dalam hierarki kantor dia berada di jajaran paling bawah, dengan demikian office boy tidak memiliki wewenang (tidak berhak) untuk mengatur pegawai-pegawai kantor lainnya yang memiliki posisi/kedudukan struktural lebih tinggi darinya.

Bagaimana jika seorang pejabat struktural dilangkahi posisinya, tidak lagi dipercaya dalam tanggung jawabnya, dan seperti tidak dibutuhkan lagi dalam kepengurusan sebuah organisasi? Itu menandakan posisinya tidak lagi dibutuhkan, jabatan dalam fungsi sebuah organisasi tidak lagi diperlukan, dan dapat dianggap hilang. Tetapi, sesungguhnya tindakan demikian tidak etis dalam sebuah "pemerintahan" organisasi. Jika memang tidak diperlukan, mengapa sejak mulanya dibuat jabatan struktural tersebut? Jika akhirnya jabatannya dilangkahi, mengapa diperlukan adanya posisi/kedudukan itu? Hal demikian mencederai proses kepengurusan dan hierarki sebuah organisasi. Sebagai pejabat struktural yang dilangkahi posisi dan tanggung jawabnya, seseorang berhak untuk mengajukan keberatan, tetapi dalam posisi demikian apakah hak suaranya akan didengar oleh organisasi tersebut? Saya rasa tidak. Yang bisa dilakukan hanya mundur perlahan, menganggap bahwa posisinya dapat digantikan posisi orang lain dengan tanggung jawab yang sama sehingga keberlangsungan kerja organisasi dapat terus berjalan.

Ini yang terjadi dalam kepengurusan organisasi Dewan Pastoral Paroki (DPP) gereja saya. Saya salah seorang pejabat struktural sebagai Kepala Seksi (KaSie) Kepemudaan. Secara organisasi jabatan ini tumpang tindih dengan jabatan Ketua OMK, sehingga memang secara tanggung jawab dan "job description"nya susah dipisahkan tetapi KaSie Kepemudaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Ketua OMK dalam hierarki DPP. Pastor Paroki sebagai yang teratas dalam hierarki ternyata mengabaikan kedudukan hierarki ini dan melibatkan orang luar yang bahkan tidak termasuk dalam jajaran kepengurusan DPP dalam menangani urusan dan tanggung jawab KaSie Kepemudaan dan Ketua OMK. Kesalahan seperti ini terjadi berulang-ulang sehingga saya akhirnya malas untuk mengajukan nota keberatan. Rasa marah sedikit tersirat, muncul pertanyaan "kenapa dulu saya yang dipilih mengisi jabatan ini jika akhirnya orang lain yang diandalkan?". Yang saya lakukan saat ini hanya mundur perlahan, menghilang, menganggap bahwa tanggung jawab yang saya emban sudah ada orang lain yang melaksanakan. Tidak diperlukan lagi memang terasa menyakitkan tetapi lumayan mengurangi beban tanggung jawab yang harus saya pegang, untuk urusan ini saya lega.

Edisi curhat...