Kamis, 16 April 2015

Rahajeng Nur Indah Oktoviani Pakpahan

Rahajeng Nur Indah Oktoviani Pakpahan, nama yang panjang bukan? Dia biasa dipanggil Ajeng atau Via, dan beberapa orang memnaggilnya Bojenk. Aku sendiri lebih senang memanggilnya Ajeng atau Via, Via terdengar lebih enak sih, tapi karena awalnya selalu memanggil Ajeng, saat ini belum terbiasa memanggilnya dengan panggilan Via, bahkan terkadang lebih suka memanggilnya nona manis atau sayang, hehe... Dia pacarku.

Bagaimana kami bertemu? That's a tricky question. Ayah dan ibunya rekan kerja ayahku di (dulu) PPPGT, atau terkadang lebih dikenal dengan TTUC di Cimahi, mungkin sekarang pun sudah berubah namanya. Tapi jika ditanya apakah aku mengenalnya sejak kecil, aku tidak ingat, mungkin pernah dikenalkan tapi aku lupa. Yang pasti aku mulai "mengenalnya" saat SMP, karena kami 1 sekolah di SMP St. Aloysius, Bandung. Mengenal mungkin juga bukan jawaban yang tepat, aku hanya tahu mukanya dan namanya tanpa benar-benar berteman dengannya, dia pun demikian terhadapku. Di SMA kami masih 1 sekolah di SMA St. Aloysius, Bandung, selama SMP dan SMA kami tidak pernah sekelas sama sekali, jadi yah kami hanya saling tahu saja. Begitu pula saat beranjak ke masa perkuliahan, kami 1 kampus di ITB walau berbeda fakultas dan jurusan. Bila bertemu kami hanya saling menyapa tanpa bercakap-cakap lebih lanjut. Sejak aku mengenal rasa suka terhadap lawan jenis, dia tidak pernah masuk radarku sama sekali, aneh bukan?

Mulai entah dari kapan, aku terkadang suka membalas kicauannya di twitter atau post-postnya di facebook, tanpa maksud apapun. Out of nowhere aku meminta nomor teleponnya, orang yang bahkan hanya aku tahu namanya dan mukanya, selama SMP-SMA-kuliah ngobrol pun tak pernah, weird? yeah... Tanpa rencana apapun sebelumnya, dalam perjalanan menuju Bandung dari Jakarta di travel Cititrans, saat bengong tak tahu harus apa aku kontak dia pertama kali, saat itu Rabu 14 Januari 2015. Ngobrol untuk pertama kalinya, entah kenapa rasanya kami sudah berteman dari lama. Sejak saat itu aku beberapa kali mengontak dia, walau tanpa maksud apapun, hanya mengobrol saja, rasanya cocok. Aku pun mengajaknya ketemuan untuk pertama kali, saat itu aku dan dia sama-sama pulang ke Bandung. Aku yang akan tes TOEFL mengajaknya minum kopi di salah satu roastery di Ciumbuleuit setelah aku selesai tes, saat itu Sabtu, 7 Februari 2015. Tapi nona manis yang satu ini entah bagaimana pergi bersama 2 teman dekatnya untuk sarapan di alkateri lalu main ke rumah salah satu temannya itu di Sumber Sari, dan saat kutanyakan dia di mana, dia bilang "gw di Sumber Sari", yang jaraknya ke Ciumbuleuit sangat jauh. Bingung dengan hal itu, aku tetap pergi ke roastery tersebut lalu meminum 2 gelas kopi sambil menunggu kabar darinya. Akhirnya tempat pertemuan diubah ke roastery yang lain, Noah's Barn di jalan Garuda karena dia dan 2 temannya itu pergi ke sana, aku menyanggupi. Sesampainya di sana, dia berbaju putih duduk di barisan belakang kafe bersama 2 temannya itu dan aku hampir tidak mengenalinya. Aku rasa diapun demikian, apalagi saat itu aku berkumis dan berjanggut lebat, berambut panjang dengan bando, mengingatnya membuatku tertawa... Aku sama sekali tidak berdandan, merapihkan diri karena kupikir hanya ketemuan biasa dan ngobrol-ngobrol santai ala warung kopi. Itu saat pertama kalinya aku berbincang dengannya berdua, mengenalnya untuk pertama kali. If there's fall in love in first sight, I could't say that happens for that moment. Setelah itu aku mengantarnya pulang, saat itu hujan lebat, dan aku ke rumahnya untuk pertama kali.

Setelah saat itu, kami tetap hanya berbincang-bincang seadanya, terkadang berbagi cerita mengenai kegiatan masing-masing kami, apa yang kami lakukan, kerjaan masing-masing, belum intense. Tapi akupun penasaran, kenapa kami bisa begitu cocok padahal baru saja saling mengenal, aku coba lagi mengajaknya nonton di hari Valentine, bukan di sengaja, memang hanya karena hari tersebut jatuh di hari Sabtu seminggu setelah kami bertemu di Bandung. Dia menghadiri acara gerejanya dulu di pagi hari, lalu menghampiriku yang menunggu di Kuningan City untuk menonton di situ. Bajunya dress terusan warna kuning, rambutnya dikuncir kuda, belum ada tanda-tanda khusus dari hatiku saat itu. Mengobrol lebih banyak, aku lebih mengenalnya saat itu, merasa lebih cocok dan klop, tapi hati belum berkata "ini yang aku cari", masih mempertimbangkan. Sejak saat itu, kami lebih sering mengobrol lewat WA, terkadang saling bertukar email, tapi belum bertemu lagi hingga dia kembali pulang ke Bandung. Sabtu, 7 Maret 2015, aku datang ke rumahnya menjemputnya untuk nonton di Ciwalk sambil membawa papercraft Olaf titipannya. I didn't know what she thought that day, but in my heart I think I just fall for her. I decided to pursue her, to see what she feel about me. It's awkward how someone heart fell that fast for a woman that she just knew for 2 months, right? But it's happened, to me. Minggu, 22 Maret 2015, saat mengantarkannya hingga stasiun rawa buntu aku memberikannya sebuah pembatas buku yang menyatakan perasaanku padanya, walaupun kata-katan sebenarnya hanya aku ucapkan lewat WA, dia tahu aku suka dia.

Hari Kamis berikutnya, saat aku dalam perjalanan pulang ke Bandung, di travel entah bagaimana aku membuatnya BT, kesel, marah. Dan hari berikutnya, dia memberitahukan ada cowok lain yang suka dengan dia, walau dia memberitahu cowok tersebut bahwa dia tidak menyukainya, tetap saja saat itu membuatku jatuh, berbagai pikiran negatif datang membuat hidup tidak tenang. Hal itu menyadarkanku bahwa, ya aku sudah jatuh cinta padanya, rasa cemburu menyadarkan itu. Dan hal itu juga yang menyadarkanku bahwa dia juga care terhadapku, membuatku membulatkan tekadku untuk menanyakan padanya apakah dia mau jadi pacarku. Menyembuhkan hati, pikiran, dan membawa niat, Kamis 9 April yang lalu aku untuk pertama kalinya datang ke kosannya di BSD. Dengan gugup, tidak semua yang kurencanakan di kepala bisa terealisasi, aku tanyakan padanya "would you be my girlfriend". Aku tak tahu apa yang ada di pikirannya saat itu, dia hanya menanyakan kapan aku mau dengar jawabannya. Aku bilang aku tak tahu, aku tidak mau memaksa dan menetapkan deadline, kapanpun dia punya keputusan aku siap. Sambil mengantarkanku ke angkot, sesaat sebelum aku naik ke angkot yang akan mengantarkanku ke stasiun rawa buntu, she said "the answer is yes". The happiest moment on my life like just happened.

Kami berdua orang yang punya kepribadian yang sangat bertolak belakang, dia ekstrovert, aku introvert, dia kolerik, aku plegmatis, dia perasa, aku selalu berpikir dengan otak, dan masih banyak lagi sifat kami berdua yang berbeda 1 dengan yang lain. Aku pun bingung bagaimana bisa dua orang yang sangat berbeda bisa cocok 1 sama lain. Tapi jika 2 orang yang memiliki kesamaan sifat akan terlihat seperti kedua tangan yang terlipat untuk berdoa, aku menganggap dua orang dengan sifat bertolak belakang saling melengkapi seperti kedua tangan yang terbuka ke arah berlawanan sehingga terlihat seperti kelopak bunga yang sedang mekar. Dan aku berharap kami berdua saling melengkapi seperti bunga mekar sehingga kami berdua berkembang penuh bersama. Mengapa baru sekarang? Aku tidak bisa menjawab hal itu, aku hanya percaya tidak ada yang namanya kebetulan, maybe it's part of God's plan. I just want to believe that God bless this broken road to led me to her, and I thanks Him for giving her for me. Sudah seminggu kami berpacaran, dan ini adalah kisah yang bisa kulukiskan tentang dia dari sudut pandangku. Dan, aku masih berharap masih banyak kisah yang boleh kami goreskan bersama, dan jika Tuhan mengijinkan hingga akhir hidupku aku boleh menuliskan kisah hidup bersamanya. Masih banyak rintangan menghadang di depan, tapi semoga kami bisa mengatasinya berdua.

Happy 1 week anniversary, Via! I love you!